Selasa, 02 Agustus 2011

Bab 7 : Kol (Purn) Tobing: Henry Leo Mengaku Bertanggung Jawab



Saya bukan pimpinan, tidak juga orang yang punya wewenang di Tim Penyelesaian Kasus Asabri. Saya adalah anggota tim yang ikut memberikan pendapat kalau diminta atau menyampaikan data. Ketua tim waktu itu Suharto dari Marinir. Setahu saya, tim sudah hampir menyelesaikan tugas. Sejak awal tugas tim difokuskan pada bagaimana menarik kembali uang Rp410 miliar yang diambil Henry Leo dan Rp 53 miliar dana menyangkut di Bank Dwipa.
Waktu itu sudah hampir selesai. Uang Rp410 juta berupa SBLC yang diberikan oleh BNI 46 itu pada awal 2002 sudah cair sebanyak Rp150 miliar. Lalu ada lagi sisanya yang berjumlah Rp260 miliar. SBLC Rp150 miliar itu unconditional, tidak pakai syarat lagi, langsung bisa dicairkan. Kemudian yang Rp260 miliar lagi bukan unconditional dan jatuh temponya tanggal 3 Maret 2002. Ternyata saat jatuh tempo tidak ada isi account nya. Jadi tidak bisa diambil. Tidak ada dananya.
Tapi dengan berkali-kali kita memanggil Henry Leo, lalu ia sudah membuat pernyataan yang intinya akan membayar yang Rp260 miliar lagi pada 1 Agustus 2002. Pernyataan itu dibuat pakai materai. Jadi, total Rp410 miliar, induknya, selesai. Kemudian yang di Bank Dwipa Rp53 miliar waktu itu tim menggugat Gubernur BI, Menteri Keuangan dan Tim Likuidasi. Di Pengadilan Negeri tim sebagai penuntut menang, di Pengadilan Tinggi tim dikalahkan. Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung tim dimenangkan lagi. Jadi Tim Likuidasi harus dibayar itu. Kemudian mereka minta Peninjauan Kembali (PK) sehingga masih perlu waktu sampai putusan memiliki kekuatan tetap.
Tahu-tahu minggu keempat Juli 2002, Tim ini dapat surat keputusan dari Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil untuk bubar. Dalam SK pembubaran itu juga diperintahkan agar besok tim menyerahkan semua apa yang sudah pernah didapat, baik itu uang maupun aset untuk diserahkan ke Ketua YKPP Mumu Muchtar di ruangan menteri.
 Ya, kita serahkan semuanya. Bubarlah kita. Kebetulan waktu itu saya dalam kondisi pensiun, selesai sudah.
          Saya yakin, dari hasil kerja tim, pemeriksaan dan evaluasi, yang harus bertanggungjawab terhadap uang Asabri itu adalah Henry Leo. Dirut Asabri, Subarda Midjaja, sudah melakukan segala sesuatunya sebagaimana prosedur. Keyakinan ini karena saat tim menelusuri uang Rp410 miliar itu, surat-surat dari Dirut Asabri untuk didepositokan ke BNI 46 sudah jelas. Tidak mungkin Subarda mengantar sendiri uang itu ke BNI, ada bagian keuangannya yang langsung menangani, yaitu Pak Sunarjo, Kepala Bagian Keuangan di Asabri itu.
Dari hasil pengamatan dan dari data yang ada, sepertinya ada kejanggalan mengenai apa yang pernah dilakukan Pak Sunarjo. Sebagai anggota tim, saya tidak bisa mengatakan Subarda bersalah atau tidak bersalah, karena ada institusinya yang lebih berhak menyatakan itu (Polisi sudah mengeluarkan Surat Keterangan Penghentian Penyidikan (SKPP) atas Subarda karena tidak cukup bukti).
Namun, secara pribadi, saya melihat sendiri asset-asset Subarda juga diserahkan sebagai tanggungjawab moralnya. Jadi tanggungjawab sebagai pimpinan tidak bisa itu disebut benar atau salah, tapi aturan-aturan main bagaimana mendepositokan uang itu berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada dan berlaku.
Kalau pada saat berjalan itu ada yang mengebiri dan akhirnya terjadi sesuatu di perjalanan, ya itulah ulah orang-orang yang terkait itu, terutama aktornya Henry Leo. Menurut saya, ada orang BNI yang terlibat, mengapa koq bisa tahu Time Deposit bisa berubah menjadi Certificate Deposit. Intinya, kenapa uang itu bisa keluar dari BNI.       
   Saya tidak tahu alasan pembubaran Tim. Yang tahu cuma Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil. Akhir Juli 2002 bubar, besoknya semua yang tim dapat berupa uang dan asset disuruh serahkan. Asset itu dalam bentuk sertifikat-sertifikat dan uang dalam bentuk rekening kami serahkan. Disaksikan Menteri Matori, pejabat Dephan dan semua anggota tim. Bagaimana pengelolanya setelah itu, saya tidak jelas lagi.
Terus terang kita kaget dan kecewa. Kita berharap suatu prestasi tim karena tugas sudah dekat. Bayangkan saja semuanya sudah hampir di tangan. Ada surat pernyataan Henry Leo bahwa 1 Agustus  2002 akan bayar Rp260 miliar. Gugatan Bank Dwipa sudah sampai tingkat Peninjauan Kembali. Gugatan Tim ke BI, Departemen Keuangan, maupun Tim Likuidasi sudah dimenangkan MA. Itu sudah mau mencapai garis finish, tau-tau ya dibubarkan.
 Ini ada semacam kejanggalan, keanehan. Kalau dalam Ilmu Perang Suntzu: ”Jangan ganti kuda anda ketika sudah mau lewat jembatan”. Tapi ini sudah mau lewat jembatan, tim dibubarkan. Kira-kira apa motivasinya?  Tim kecewa berat, termasuk Pak Suharto juga. Koq barang mau jadi, bukannya dapat  prestasi, penghargaan, eh dibubarkan. Ibaratnya, siapa yang berlabuh, siapa yang berlayar. Ini bukan disalib ditingkungan lagi namanya, langsung digebuk saja. Mati kau!
 Menurut tim, kuncinya Henry Leo. Memang Dirut Asabri waktu itu dimintai keterangan juga. Tapi kuncinya ada pada Henry Leo. Tugas tim adalah bagaimana mengamankan dan menarik uang yang dipakai oleh Henry Leo. Jadi Henry Leo intinya. Memang Henry Leo yang kurang ajar. Ya sudah kita kejar dia.
Kepada tim Henry Leo mengakui bertanggungjawab, ya sudah ngapain lagi melebar-melebar ke yang lain. Tugas tim bukan menjerat secara hukum, tapi bagaimana uang kembali. Kita dapatkan data-data penggunaan uang itu oleh Henry Leo, kemudian dia sudah mengakui bahkan sudah membuat pernyataan siap bayar. Jadi, yang kita pegang Henry Leo, kita tidak perlu lagi mencari-cari Pak Barda.
Lagi pula mungkin waktu itu secara prosedural, Pak Barda taunya uang itu ada di BNI dalam bentuk deposito. Jadi, kalau saya boleh menyimpulkan, sebenarnya dalam kasus Asabri, Henry Leo itu adalah kuncinya: mengapa uang deposito di BNI itu bisa dicairkan oleh Henry Leo?
 Setelah tim dibubarkan, ternyata kasusnya berlarut-larut sampai saat ini. Ini bukan masalah profesional atau tidak profesional, itu persoalan niat. Barangkali orang menduga ada apa-apa, tapi saya tidak bisa ngomong, nanti dibilang fitnah.
 Kalau maksudnya menyelesaikan sungguh-sungguh harusnya tim penyelesaian berlanjut. Oke tim kita bubar, bentuk tim yang baru. Kalau tim kita dianggap tidak berprestasi atau dicurigai, bentuklah  tim lain yang paling kredibel untuk menyelesaikan.   
 Menurut saya, Subarda bukan orang yang bisa mengkhianati prajurit, artinya uang prajurit  dikorup atau dimakan,. Justeru Subarda adalah orang yang ingin membesarkan dana Asabri sebagian besar untuk kesejahteraan prajurit. Secara pribadi saya mengenal beliau dan sampai sekarangpun silaturahmi terus berjalan. Subarda orang yang sosial, suka menolong orang. Rekan-rekan juga pernah cerita kalau pernah ditolong. Jadi tidak untuk membesarkan perut sendiri. Tapi saya sendiri belum pernah minta tolong.

(Kolonel (Purn) Tobing adalah anggota penyelesaian kasus Asabri Departemen Pertahanan dan Keamanan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar